Tips Sehat – Generasi Gen-Z Alami Krisis Mental: Muncul Istilah ‘Glass Child Effect’
Dalam beberapa tahun terakhir, kesehatan mental menjadi topik yang semakin mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Terutama di kalangan generasi Z. Sebagai generasi yang tumbuh dengan kemajuan teknologi pesat. Gen-Z menghadapi tantangan besar dalam mengatasi tekanan sosial, ekspektasi tinggi. Perasaan cemas yang datang seiring dengan gaya hidup digital yang serba cepat. Salah satu fenomena yang mulai di perhatikan adalah munculnya istilah Glass Child Effect. Yang menggambarkan kondisi mental yang di hadapi banyak anak-anak dari keluarga dengan orangtua yang memiliki masalah kesehatan mental.
Apa Itu Glass Child Effect?
Istilah Glass Child Effect merujuk pada anak-anak yang tumbuh dalam keluarga di mana orangtua mereka menghadapi masalah kesehatan mental. Ketergantungan tertentu, seperti kecanduan, depresi, atau gangguan kecemasan. Anak-anak ini sering kali merasa harus menjadi “anak yang sempurna” atau “tidak terlihat” agar tidak menambah beban orangtua mereka. Mereka sering kali merasa terabaikan, karena perhatian orangtua lebih terfokus pada diri mereka sendiri. Anak-anak ini akhirnya berperan sebagai pengasuh emosional yang tersembunyi.
Fenomena ini tidak hanya berlaku bagi anak-anak yang tinggal dengan orangtua yang memiliki masalah berat. Dalam konteks generasi Z, istilah ini juga merujuk pada tekanan sosial. Yang mereka rasakan akibat harapan tinggi dari masyarakat, keluarga, dan media sosial. Tuntutan untuk selalu tampil sempurna dan bahagia di dunia maya. Meskipun di dalam kehidupan nyata mereka merasakan kecemasan atau kesedihan yang mendalam. Salah satu contoh nyata dari Glass Child Effect yang lebih luas.
Mengapa Gen-Z Rentan Mengalami Krisis Mental?
Generasi Z, yang umumnya lahir antara 1997 hingga 2012, tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan akses informasi yang luar biasa. Meskipun hal ini memberikan banyak kemudahan. Ada sisi gelap yang tak kalah besar: tekanan sosial yang datang dari media sosial dan standar yang tinggi dari dunia maya. Dalam dunia digital, banyak anak muda merasa perlu untuk terus menampilkan sisi terbaik mereka. Dengan khawatir akan kehilangan pengikut atau mendapatkan komentar negatif.
Selain itu, Gen-Z menghadapi dunia yang penuh ketidakpastian—dari perubahan iklim yang mengkhawatirkan hingga tantangan ekonomi global. Pandemi COVID-19 juga menambah rasa kecemasan. Karena banyak dari mereka harus beradaptasi dengan perubahan besar dalam kehidupan sosial dan pendidikan mereka. Semua faktor ini menyebabkan banyak dari mereka merasa terisolasi, stres, dan bahkan terperangkap dalam perasaan kesendirian.
Generasi Gen-Z Alami Krisis Mental: Muncul Istilah ‘Glass Child Effect’
Dampak Jangka Panjang dari Krisis Mental pada Gen-Z
Krisis mental yang dialami generasi Z dapat memiliki dampak jangka panjang jika tidak ditangani dengan benar. Banyak dari mereka yang merasa terperangkap dalam perasaan tidak cukup baik. Selalu merasa bersalah karena tidak dapat memenuhi ekspektasi yang ada. Ini bisa berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka. Mulai dari hubungan interpersonal hingga kinerja di sekolah atau tempat kerja.
Anak-anak dengan Glass Child Effect sering kali tumbuh dengan rasa tidak percaya diri yang mendalam dan kecemasan yang berlarut-larut. Yang pada akhirnya dapat menghambat perkembangan mereka secara emosional dan sosial. Mereka juga mungkin merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaan atau meminta bantuan karena takut di anggap sebagai beban.
Apa yang Bisa Di lakukan untuk Mengatasi Krisis Mental Gen-Z?
Ada beberapa langkah yang dapat di ambil untuk membantu mengatasi krisis mental yang di alami oleh generasi Z. Pertama-tama, penting bagi keluarga dan masyarakat untuk lebih terbuka dalam berbicara. Tentang kesehatan mental dan memberikan dukungan yang lebih besar kepada anak-anak muda. Anak-anak perlu merasa bahwa mereka tidak sendirian dan bahwa perasaan mereka valid.
Program pendidikan yang lebih fokus pada kecerdasan emosional dan pengelolaan stres dapat membantu generasi Z. Untuk lebih mengenali dan mengatasi perasaan mereka. Selain itu, membangun kesadaran tentang pentingnya istirahat digital dan pembatasan penggunaan media sosial. Juga dapat membantu mengurangi kecemasan yang di sebabkan oleh perbandingan sosial yang terus-menerus.
Di tingkat individu, terapi dan konseling dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk membantu Gen-Z mengatasi masalah mental mereka. Banyak platform kini menawarkan layanan konseling yang mudah di akses, baik secara daring maupun tatap muka.
Krisis mental yang di hadapi oleh generasi Z adalah masalah yang kompleks dan memerlukan perhatian serius dari masyarakat. Istilah Glass Child Effect memberikan gambaran tentang bagaimana tekanan sosial dan kondisi keluarga dapat mempengaruhi kesehatan mental anak-anak muda. Menjadikan mereka merasa terperangkap dalam perasaan tidak terlihat atau tidak cukup baik. Dengan dukungan yang tepat, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental. Langkah-langkah preventif yang di ambil sejak dini, di harapkan generasi Z dapat mengatasi tantangan ini dan tumbuh menjadi individu yang lebih sehat secara mental dan emosional.
Baca Juga : Waspada Flu Burung: Surveilans Wajib Di tingkatkan